Kamis, 04 Desember 2008

Tentang Qurban

Syariat Qurban


Syariat qurban terkait dengan syariat ibadah haji. Dalam surat Al Hajj Allah SWT menyebut hikmah ibadah haji sebagai mendapatkan berbagai manfaat perdagangan maupun saling mengenal antara kaum muslimin yang datang dari berbagai penjuru dunia di dalam haji disamping untuk mengingat Allah dalam memenuhi syiar-syiar haji. Allah SWT berfirman:

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (QS. Al Haj 28).

Hari-hari yang ditentukan (ayyam ma’luumaat) dalam ayat di atas maksudnya adalah tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, yaitu hari nahar dan hari tasyriq (lihat Al Quran dan Terjemahannya hal 516). Hari nahar adalah hari penyembelihan qurban, demikian juga hari tasyriq selama tiga hari berikutnya. Diriwayatkan dari Jabir r.a. yang mengatakan:

Rasulullah saw. melempar jumrah (aqabah) pada hari raya qurban (yaumun nahr) pada waktu dhuha, sedangkan sesudahnya, dilakukannya bila matahari tergelincir (HR. Al Khamsah).

Diriwayatkan bahwa sahabat Anas r.a. menyatakan:

“Bahwa Nabi saw. tiba di Mina dan mendatangi jumrah lalu melemparinya, kemudian kembali ke tempat tinggalnya di Mina dan menyembelih kurbannya. (HR. Al Khamsah).

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Segala hari tasyriq (11,12,13 Dzul hijjah) adalah hari menyembelih. (HR. Ahmad).

Dari perbuatan (fiil) Rasulullah saw. maupun ucapan (qaul) beliau saw. dalam riwayat-riwayat hadits di atas jelas bahwa qurban merupakan salah satu dari ajaran syariat Islam. Perbuatan maupun pernyataan Rasulullah saw. itu adalah jawaban atas perintah Allah SWT dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (QS. Al Kautsar 1-2).

Juga firman-Nya:

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (QS. Al Hajj 34).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT mengabarkan bahwa menyembelih korban dan menumpahkan darah dengan nama Allah adalah disyariatkan pada semua agama. As Shobuni dalam Shafwatut Tafaasir Juz II/265 mengatakan bahwa Allah memerintahkan penyembelihan korban sebagai rasa syukur kepada Allah atas rezki yang dikaruniakan Allah, berupa ternak seperti unta, sapi, dan kambing dan agar mereka menyebut asma-Nya dan menyembelih korban untuk mencari keridloan-Nya karena Dialah Sang Pencipta dan Pemberi rizki, bukan seperti orang-orang musyrik yang berkorban demi patung-patung berhala.

Hakikat Berkurban



Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(QS. Al Maidah 27).

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al Hajj 37).


Korban dilakukan dengan memberikan yang terbaik dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT dan untuk mendapatkan keridloan-Nya. Ash Shobuni (idem) mengatakan bahwa prinsip korban ini adalah sikap taqwa dari kaum muslimin dengan tunduknya kaum muslimin mengikuti perintah-perintah Allah dan sikap mencari ridlo Allah dalam pelaksanaan perintah-perintah itu.

Sikap Jiwa ber-Qurban


Seorang muslim yang telah terbudaya dengan melaksanakan syariat Qurban akan terbentuk dalam dirinya untuk senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dan menggapai keridloan-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-perintah-Nya yang wajib-wajib maupun yang sunnah-sunnah, sekalipun untuk itu dia harus mengorbankan apa saja yang dimilikinya, baik harta maupun nyawanya.

Dia memahami bahwa segala aktivitasnya, adalah didasari kesadaran bahwa itu adalah perintah agama-Nya, perintah Allah dan rasul-Nya. Ia sadar betul bahwa bilamana dia mengerjakan suatu kebajikan, tanpa didasari oleh motivasi agama, maka akan percuma baginya. Dia paham, jika suatu perbuatan dilakukan tanpa motivasi agama, hanya sekedar kemanusiaan, mungkin saja orang akan membanggakan dan memujinya, mungkin negara memberikan piagam penghargaan kepadanya, tapi kalau di hadapan Allah, semua perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlas lilahi ta’ala dan tidak dilakukan dengan cara-cara yang disunnah Rasul-Nya tidak akan Dia SWT terima. Jadi kalau dia menyembelih korban, dia laksanakan sesuai tuntunan Rasulullah saw, yakni menyembelih onta, sapi, atau kambing. Tidak dia ganti dengan ayam, bebek, atau hewan lainnya yang tidak disyariatkan. Sebab, dia sadar bahwa yang diterima oleh Allah SWT adalah aktivitas yang disyariatkan oleh-Nya.

Oleh karena itu, buah dari syariat Qurban adalah tercetaknya jiwa-jiwa muslim yang rela berkorban dan mengorbankan segala yang dimilikinya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan menjalankan perintah-perintah-Nya sebagaimana yang dijelaskan dan dicontohkan oleh rasul-Nya.

Maka, jika dia menyembelih hewan qurban dan dengan-Nya memberi maka orang-orang fakir, yang meminta maupun yang tidak meminta, bukanlah agar dia mendapat predikat dermawan. Atau kalau dia kirim hewan korban-Nya ke daerah bencana dan dia membantu orang-orang yang terkena musibah, bukanlah untuk mendapatkan sebutan orang bermoral dan berperikemanusiaan. Tapi semua itu dia lakukan dalam rangka ketaqwaan-Nya kepada Allah Sang Pencipta dan kesukaannya mendapatkan Ridlo-Nya.

Wallahu’alam!

Jakarta, 12 Jan 2005, akhir Dzul qa’dah 1425 H.


sumber : milis daarut tauhid at yahoo dot com


Pesan Moral Ibadah Kurban

Hari ini --sebagian esok hari-- umat Islam merayakan hari Iduladha atau disebut juga hari raya kurban. Hari Raya kurban berkaitan erat dengan sejarah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS.

Surat Al-Shaffat: 102, mengisahkan Ibrahim mendapat wahyu dari Allah SWT untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail, sebagai kurban. Ibrahim dan Ismail, selaku hamba taat, tidak bimbang sedikitpun untuk melaksanakan perintah dari Tuhan. Pada detik-detik terakhir menjelang peristiwa kurban itu, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

Di balik kisah kurban Nabi Ibrahim tersebut, tersirat pesan moral yang amat dalam tentang nilai kemanusiaan dalam perspektif agama. Tuhan Maha- Pencipta yang maha-berkuasa menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya itu, tidak mau menjadikan manusia sebagai objek kurban, meski waktu itu Ismail rela diakhiri hidupnya.

Pesan moral dalam kisah kurban Nabi Ibrahim dan Ismail itu sangat paradoks dengan realita yang kita saksikan dalam dunia modern kini. Erosi kemanusiaan telah menggiring sebagian umat manusia pada kehidupan individualisme, materialisme, dan vandalisme yang membabi buta, sehingga jiwa, darah, dan kehormatan, sesama manusia pun seolah tidak berharga lagi.

Dalam contoh yang ekstrem, kini kita lihat begitu mudahnya orang melenyapkan nyawa orang lain karena sebab yang hanya sepele. Mereka membakar hidup-hidup, memusnahkan tempat kediaman, dan menganiaya orang lain, sehingga korban berjatuhan tiada terbilang lagi jumlahnya.

Padahal orang berbuat salah, menurut agama dan hukum, tidak boleh diperlakukan semena-mena dengan tindakan main hakim sendiri apa pun alasannya. Di manakah perasaan kemanusiaan mereka yang tega menghabisi sesamanya?

Nabi Muhammad saw berkata, ''Hancurnya bumi ini beserta isinya merupakan perkara kecil, bagi Allah, dibanding tertumpahnya setetes darah manusia tanpa jalan hak.'' Dalam hadis yang lain Nabi menjelaskan, ''Tuntutan perkara dalam hubungan antarmakhluk yang pertama dibuka di akhirat nanti ialah yang menyangkut darah manusia.''

Sejarah mengabadikan betapa tingginya penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan atau hak asasi manusia dalam dustur negara Islam tempo doeloe, seperti tecermin dalam riwayat Khalifah Umar bin Khatab, bahwa beliau pernah memarahi putra Gubernur Mesir, Amar bin Ash, ketika mendapat laporan bahwa anak gubernur memukul, bukan membunuh, teman bermainnya. Anak rakyat biasa. "Mengapa engkau memperlakukan anak manusia seperti budak? Padahal ibunya melahirkan mereka sebagai manusia merdeka".

Semoga hari raya kurban tahun ini meninggalkan bekas dan hikmah bagi kita sekalian, terutama untuk mempertebal rasa kemanusiaan dan keterikatan kita terhadap perintah dan larangan Allah.

alsofwah.or.id

2 komentar:

Halisah Suriani mengatakan...

Assalamu'alaikum wr wb
Semangatttttttttttttttt
Hanasahhhhhhhhhhhhhh
Jihad fi sabilillah
Allahu akbar!!!!!!!!!!
Sekali lagi Keep spirit n istiqomahyaaaa
Jazakumullahu khairan jaza'
Wassalamu'alaikum wr wb

Unknown mengatakan...

Assalammu'alaikum Wr Wb
kepada syiar fosi yang baru ayo bangkit dong harapan itu masih ada. so...buat tampilan baru atau di edit-edit lg blog nya gitu lho!!!
biar lebih menarik.di tunggu yaaaaaaaaaa
wass.Wr Wb